Wednesday 19 October 2011

do'a Fulan *lagi

Assalamu'alaikum..


Kalau aja memang ini jalanku..
Tolong tunjukkan garisnya..
Mungkin aku tidak jeli akan membaca segala pertanda bagimu..
Dan mungkin hambaMu ini terlalu pemalas untuk menjadi hal yg berharga..
Aku pun hanya bisa terdiam dan diam..
Memelas kesabaran yg belum cukup dari secuwil..

Ya Allah..
Mohon segala rachmat dan ampun dariMu..
Ternyata hamba terlalu lemah untuk menghadapi cobaanMu..
Mungkin hamba kurang ikhlas menjalani hariku yg sebenarnya tlah Kau rachmatkan kegembiraan disitu..

Ya Allah..
Aku mungkin hambamu yang merasa paling merana..
Membuat semuanya jadi lupa..
Membuat diri sendiri merana oleh kelupaan..

Ya Allah..
Seharusnya hamba bersyukur oleh nikmatMu yang memberikanku kelupaan tapi masih tetap hidup..

Ya Allah..
Seharusnya hamba selalu memberikan yg terbaik dengan keikhlasan dalam hari-hari yg Kau berikan..

Ya Allah..
Apakah Engkau merasa bosan oleh hamba yg selalu meminta?
Yang selalu mengeluh akan cobaanMu?
Yg selalu merasa derita akan hari-hari yg Kau ciptakan..

Allahuakbar ya Rabb..
Ampuni hamba..
23 tahun hamba hidup dengan tanpa keikhlasan dan kurang bersabar..
23 tahun hamba kurang memahami akan arti legowo dan menerima dengan senyum yg telah kau ciptakan dalam raut bibirku..

Allahuakbar ya Allah..
Ampuni hamba..
Yg selalu mengeluh akan setiap waktu yg telah Kau beri..
Ya Allah ampuuuun...
Ya Allah ampuuuun...

Beri hamba kesempatan untuk lebih memahami arti semua ini..
Beri hamba kesempatan untuk membuka pintu sabarku dalam menjadi seorang Fulan..

Ampuni Hambamu ini ya Allah..
Ijinkan hamba menjalani harimu yg sangat indah ini..


Best regards



Faldiansyah Buyung Sultan Daisman

Monday 17 October 2011

dan ketika tipis menjadi tebal

Assalamu'alaikum


salam renda-renda lagu gemulai jemari.


Bismillah...

dipanjatkan segala gemuruh do'a saat terkapar,
dipanjatkan seluruh keringat saat kedinginan,
dan dipanjatkan segala lieur saat mengering,
Ya Allah...

kami menipis...
kami menipis...
kami menipis...
sangat tipis...


saat semua ketakutan ini berkumpul menjadi serangkaian amuba yang menerawang korosi
dan melubangi salah satu hati kami diantara dua jalan bergaris saat miris
dan berdindingkan 'agama' dan berbatas lampau..
dan berjembatan 'komunikasi' saat semua ini menjadi tipis..

jujur saya tipis...
dan menebal dengan sendirinya...
tapi tipis lagi...

tidak ada sebuah keringanan dibalik rongga amubakah?
dan tidak adakah sebuah rongga oksigen dibalik korosi bersinambungan?

kalau ini terlalu sulit dimengerti...
saya pun begitu..

saya yakin..para pembaca selalu bertanya apa maksud penulis..

sebenarnya..saya hanya ingin menyampaikan satu kata saja dibalik seluruh tulisan saya
kenapa dibikin ruwet?
karena saya hanya bisa menyembunyikan semuanya daripada harus mengungkapkannya tetapi malah menjadi petaka yang berlebih...

satu judul saja saya bikin mudah dimengerti..


apakah kalian pernah melihat seseorang merintih menangis dengan ingus disekitar mulut?
apakah kalian pernah melihat seseorang menahan perasaan hingga menetes air dimatanya dan berkata ampun?
apakah kalian pernah melihat seseorang hanya bisa terdiam dan berkata "ya Allah" ?
dan...


apakah kalian pernah memikirkan bagaimana perasaan orang tersebut ?






dan...





ketika tipisnya es batu di sekitar hati mulai dipertebal.

kalian tidak akan mendapatkan satu jawabanpun!


dinding ini namanya 'agama' dan jembatan itu bernama 'komunikasi'.



Faldiansyah.

Sunday 16 October 2011

tidak perlu dibaca...ini susah

Salam Waktu seperti biasanya :)


Hari yang melelahkan,
menatap mentari yang masih begitu saja tetap mencari semangat manusia berlari
awan yang bergerumul bergosip menatap kelakuan manusia yang menari
burung yang juga begitu saja mencaci kami yang dikagumi :p
heuheu

ada sebuah cerita
dimana masa berganti detik demi sebuah pencerahan sebuah masa yang belum terlewati
dimana seseorang yang kosong menjadi isi
karena cahaya sang mentari,
gosipan awan gumul,cacian burung sambil menaritanpa disadari,kosong adalah isi,dan isi adalah kosong..
sinari hal yang kosong menjadi sebuah isi
menari,mentari,dan akhirnya..
sinari hari-hari..

lelahnya semua ini...
direbahkannya kepala terhadap alas...
padahal lemas berarti kalah..
apa boleh diistirahatkan dahulu sampai semua yang meregang menjadi tak malas?
tanpa disadari...
semua ini tidak ada kata lelah...
lelah berarti kalah..
diam berarti kembang,dan mati berarti hidup...

susah? pasti...

penulis pun tak menahu apa yang dia tulis..
bakakakakkakaka...
jadi ngapain dibaca??


untuk membuat suatu tarian dalam diam menjadi kumparan yang berputar menjadi semangat yang dipanjatkan seorang manusia terhadap Tuhannya yang bersiap memberi jawaban!akan usahanya selama ini.



Faldiansyah Buyung Sultan Daisman

Monday 3 October 2011

pagi menggelitik

Assalamualaikum lembaran Maya
sudah lama tidak menoreh..
hehehe...
mulai aja.


kami menari lagi,ditengah semua hentak dan riak manusia..
selalu bisa menunduk untuk selalu melihat garis..
ternyata kata maaf saat meminta tidaklah cukup
begitulah sang kain beraksi..
dahulu ada seorang teman berkata tidak boleh memandang sesuatu dari daun pintu
sekarang baru mengerti artinya
heheehe...

memulai tarian jemari pun sudah lelah...
mau kutulis apa garis-garis ini?
serasa maknanyapun tidak tersampai...
toh perahu terus berlayar...dan jantung tetap berdenyut..

ingin berkata sediikiiiit saja..:)


taukah kamu,saya meminta dengan berlutut tanpa mengerut?
taukah kamu,saya bersungguh hingga merengkuh saat meluluh?
taukah kamu,saya meratakan kening saat memohon sebelum semua jadi rata?
taukah kamu,sedikit saja bagaimana rintihan saat berdenyut?

saya pernah berdiri tegak menjulang tanpa takluk dalam satu sisi kesombongan dan kengoyoan .
saya pernah berdiri berdangak ditempat jemuran dan melihat awan dan menantang dengan seluruh kawan-kawan keberanian yang menjulang...


pagi ini menggelitik.
pikirlah logik.
kalian cuma bisa menunjuk manusia yg sering menunjuk...
dengan omongan yg rincu menandakan seluruh ketiadaan kalian...

sebutlah saya sesuka hati kalian...

pamit undur.


Wassalamualaikum.



Faldiansyah Buyung Sultan Daisman